CERITA
SINGKAT TENTANG SEJARAH BATU KAKEK TOMOBANG
Awal
kisah, cerita dan asal-usul kakek tomobang itu berasal dari kata “akek
madol, akek manyang. Nya’a golak ko gompang nyak nangi tompang tomawang, ompuk
embuang. Nik ronyam, nik boruh, nik nkuh nyak njaga ompuk batang, ompuk benua.
Ngan nyamun gok onak, uco, ngan uyot galong solamat”. Yang artinya “kakek
madol, kakek manyang. Orang takut dia berani untuk nunggu ujung tembawang,
kampung embuang. Nenek ronyam, nenek boruh, nenek nkuh untuk melindungi kampung
batang, kampung benua. Dan mengasuh anak, cucu dan cicitnya biar selamat”.
Dahulukala kakek buyut kami yang menemukan batu kakek tomobang tersebut, yang
dalam sisilah keturunan kakek buyut masih termasuk didalam keturunan kami ‘Rapael
Pai’ yang menceritakan cerita singkat sejarah batu kakek tomobang ini.
Ceritanya begini, pertama kalinya kakek buyut memancing ikan di sungai keladau,
pada saat itu kampung keladau yang saat ini masih di kampung tembawang embuang.
Pada saat itu, kakek buyut pun mulai memasang pancingnya tiba-tiba haripun gelap
dan turunlah hujan panas (gerimis), tanpa ada rasa takut sedikitpun kakek
buyut tetap melanjutkan pemancingannya.
Beberapa kali pancingnya tertarik oleh ikan, tidak ada seekor ikan pun yang
didapat sampai kakek buyut kesal dibuatnya. Tetapi kakek buyut tetap bersabar
menunggu pancingnya dan setelah menunggu cukup lama pada akhirnya kakek buyut
mendapatkan ikan yang cukup lumayan banyak. Kira-kira sekitar jam 16.00 wib
kala itu, kakek buyut mendengar suara yang aneh seperti suara tangisan manusia
dari dalam air (lubuk) tempat kakek buyut memancing.
Dan kadang-kadang suara
yang aneh terdengar olehnya seperti suara manusia merintih kesakitan terdengar
dari atas pepohonan. Karena penasaran dengan suara tersebut, kakek buyut pun
mencari sumber suara itu. Rupanya suara tersebut berasal dari dalam air (lubuk)
tempat kakek buyut memancing. Pas petang hari kala itu, kakek buyut pun pulang
ke kampung tembawang embuang. Saat sampai dikampung, kakek buyut tidak langsung
bercerita ke masyarakat kampung tentang suara aneh yang didengarnya. Sore hari
berikutnya, kakek buyut tetap memancing di lubuk yang sama yang berada di sungai
keladau, karena di lubuk tersebut kakek buyut banyak mendapatkan ikan. Sore itu pun kakek buyut tetap mendengarkan
suara yang sama dari dalam air (lubuk), minta tolong diangkat ke darat yaitu
batu akek tomobang. Kakek buyut pun heran yang minta tolong diangkat dari dalam
air (lubuk) tidak kelihatan dan berkata “akek madol, akek manyang. Nya’a golak ko
gompang nyak nangi tompang tomawang, ompuk embuang. Nik ronyam, nik boruh, nik
nkuh nyak njaga ompuk batang, ompuk benua. Ngan nyamun gok onak, uco, ngan uyot
galong solamat”. Kemudian karena hari sudah petang, kakek buyut pun
pulang. Pada saat itu, kakek buyut pun belum mau bercerita sama masyarakat
kampung tentang apa yang dialaminya. Dan pada malam harinya saat itu, kakek
buyut bermimpi kalau batu kakek tomobang minta diambil dan diangkat dari dalam
air (lubuk). Lalu keesokan harinya, kakek buyut pun bercerita sama Domung atau
pemimpin kampung pada saat itu tentang isi mimpinya. Kemudian Domung atau
pemimpin kampung bersepakat untuk mengambil batu kakek tomobang yang berada di
lubuk tempat biasa kakek buyut memancing. Dan pada saat itu, masyarakat kampung
pun mau dan bersedia mengambilnya. Sesampai di lubuk atau tempat tersebut,
haripun tiba-tiba hujan panas (gerimis) dan terdengar suara aneh dari dalam air
(lubuk). Tanpa rasa takut sedikitpun masyarakat kampung bersama-sama menyelam
dan mengangkatnya ke darat dari dalam air (lubuk). Sampai saat ini, masih
diketahui dan masih ada bekas akar kayu belian yang ada di lubuk tersebut,
yaitu yang mana adalah tempat penemuan batu kakek tomobang di lubuk sungai
keladau. Sesuai kepercayaan dan tradisi masyarakat kampung pada zaman dahulu,
batu kakek tomobang adalah penjaga kampung batang dan kampung benua. Pada saat
itu, masyarakat kampung pun bersepakat mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam
setelah pengambilan batu kakek tomobang di kampung tembawang embuang. Setelah
pesta selesai, seluruh masyarakat kampung bermimpi yang sama tentang batu kakek
tomobang tersebut.
Dan pada saat itu
diketahui ada enam batu selain batu kakek tomobang yang masyarakat kampung
sebut dengan nama batu nenek ronyam, batu nenek boruh dan nenek Nkuh beserta
ada dua batu anaknya. Tetapi sampai saat ini kedua batu anaknya menghilang
dengan sendirinya tanpa diketahui. Menurut informasi yang diperoleh masyarakat
pada saat ini, kedua batu anaknya yang hilang tersebut mungkin karena batu-batu
tersebut tidak pernah dirawat dan dipelihara menurut tradisi nenek moyang
dahulu dengan baik, sehingga batu-batu tersebut menghilang dengan sendirinya. Demikianlah
cerita singkat tentang sejarah batu kakek tomobang. (sumber sejarah diambil dari cerita “kakek Rapael Pai”).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar