Jumat, 22 Juni 2018

CERITA SINGKAT TENTANG SEJARAH BATU KAKEK TOMOBANG DUSUN KELADAU (DAYAK PANGKODANT) KODAN'T SOBIAU



CERITA SINGKAT TENTANG SEJARAH BATU KAKEK TOMOBANG
Awal kisah, cerita dan asal-usul kakek tomobang itu berasal dari kata “akek madol, akek manyang. Nya’a golak ko gompang nyak nangi tompang tomawang, ompuk embuang. Nik ronyam, nik boruh, nik nkuh nyak njaga ompuk batang, ompuk benua. Ngan nyamun gok onak, uco, ngan uyot galong solamat”. Yang artinya “kakek madol, kakek manyang. Orang takut dia berani untuk nunggu ujung tembawang, kampung embuang. Nenek ronyam, nenek boruh, nenek nkuh untuk melindungi kampung batang, kampung benua. Dan mengasuh anak, cucu dan cicitnya biar selamat”. Dahulukala kakek buyut kami yang menemukan batu kakek tomobang tersebut, yang dalam sisilah keturunan kakek buyut masih termasuk didalam keturunan kami ‘Rapael Pai’ yang menceritakan cerita singkat sejarah batu kakek tomobang ini. Ceritanya begini, pertama kalinya kakek buyut memancing ikan di sungai keladau, pada saat itu kampung keladau yang saat ini masih di kampung tembawang embuang. Pada saat itu, kakek buyut pun mulai memasang pancingnya tiba-tiba haripun gelap dan turunlah hujan panas (gerimis), tanpa ada rasa takut sedikitpun kakek buyut  tetap melanjutkan pemancingannya. Beberapa kali pancingnya tertarik oleh ikan, tidak ada seekor ikan pun yang didapat sampai kakek buyut kesal dibuatnya. Tetapi kakek buyut tetap bersabar menunggu pancingnya dan setelah menunggu cukup lama pada akhirnya kakek buyut mendapatkan ikan yang cukup lumayan banyak. Kira-kira sekitar jam 16.00 wib kala itu, kakek buyut mendengar suara yang aneh seperti suara tangisan manusia dari dalam air (lubuk) tempat kakek buyut memancing.
Dan kadang-kadang suara yang aneh terdengar olehnya seperti suara manusia merintih kesakitan terdengar dari atas pepohonan. Karena penasaran dengan suara tersebut, kakek buyut pun mencari sumber suara itu. Rupanya suara tersebut berasal dari dalam air (lubuk) tempat kakek buyut memancing. Pas petang hari kala itu, kakek buyut pun pulang ke kampung tembawang embuang. Saat sampai dikampung, kakek buyut tidak langsung bercerita ke masyarakat kampung tentang suara aneh yang didengarnya. Sore hari berikutnya, kakek buyut tetap memancing di lubuk yang sama yang berada di sungai keladau, karena di lubuk tersebut kakek buyut banyak mendapatkan ikan.  Sore itu pun kakek buyut tetap mendengarkan suara yang sama dari dalam air (lubuk), minta tolong diangkat ke darat yaitu batu akek tomobang. Kakek buyut pun heran yang minta tolong diangkat dari dalam air (lubuk) tidak kelihatan dan berkata “akek madol, akek manyang. Nya’a golak ko gompang nyak nangi tompang tomawang, ompuk embuang. Nik ronyam, nik boruh, nik nkuh nyak njaga ompuk batang, ompuk benua. Ngan nyamun gok onak, uco, ngan uyot galong solamat”. Kemudian karena hari sudah petang, kakek buyut pun pulang. Pada saat itu, kakek buyut pun belum mau bercerita sama masyarakat kampung tentang apa yang dialaminya. Dan pada malam harinya saat itu, kakek buyut bermimpi kalau batu kakek tomobang minta diambil dan diangkat dari dalam air (lubuk). Lalu keesokan harinya, kakek buyut pun bercerita sama Domung atau pemimpin kampung pada saat itu tentang isi mimpinya. Kemudian Domung atau pemimpin kampung bersepakat untuk mengambil batu kakek tomobang yang berada di lubuk tempat biasa kakek buyut memancing. Dan pada saat itu, masyarakat kampung pun mau dan bersedia mengambilnya. Sesampai di lubuk atau tempat tersebut, haripun tiba-tiba hujan panas (gerimis) dan terdengar suara aneh dari dalam air (lubuk). Tanpa rasa takut sedikitpun masyarakat kampung bersama-sama menyelam dan mengangkatnya ke darat dari dalam air (lubuk). Sampai saat ini, masih diketahui dan masih ada bekas akar kayu belian yang ada di lubuk tersebut, yaitu yang mana adalah tempat penemuan batu kakek tomobang di lubuk sungai keladau. Sesuai kepercayaan dan tradisi masyarakat kampung pada zaman dahulu, batu kakek tomobang adalah penjaga kampung batang dan kampung benua. Pada saat itu, masyarakat kampung pun bersepakat mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam setelah pengambilan batu kakek tomobang di kampung tembawang embuang. Setelah pesta selesai, seluruh masyarakat kampung bermimpi yang sama tentang batu kakek tomobang tersebut.
Dan pada saat itu diketahui ada enam batu selain batu kakek tomobang yang masyarakat kampung sebut dengan nama batu nenek ronyam, batu nenek boruh dan nenek Nkuh beserta ada dua batu anaknya. Tetapi sampai saat ini kedua batu anaknya menghilang dengan sendirinya tanpa diketahui. Menurut informasi yang diperoleh masyarakat pada saat ini, kedua batu anaknya yang hilang tersebut mungkin karena batu-batu tersebut tidak pernah dirawat dan dipelihara menurut tradisi nenek moyang dahulu dengan baik, sehingga batu-batu tersebut menghilang dengan sendirinya. Demikianlah cerita singkat tentang sejarah batu kakek tomobang. (sumber sejarah diambil dari cerita “kakek Rapael Pai”).




Tidak ada komentar: