Jumat, 01 Juni 2012

desain penelitian skripsi sejarah

BAGIAN I
RENCANA PENELITIAN

A.     Latar Belakang
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada landasan-landasan dalam pelaksanaan pembelajaran, seperti tujuan pembelajaran, tahapan kegiatan pembelajaran, lingkungan belajar dan pengelolaan kelas. Menurut Trianto (2007:2) model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Model pembelajaran akan mengarahkan guru dalam merancang kegiatan pembelajaran dan mengarahkan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan, sebagaimana pendapat Joyce (1992:4) yaitu: “Each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”. Artinya, setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
1
 
Salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran sekarang adalah model pembelajaran langsung (Directive Learning). Model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan siswa yang diperolehnya dari pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari proses pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran langsung, Yatim Riyanto (2010:280) mengemukakan bahwa: “Model pembelajaran langsung menekankan pembelajaran yang didominasi oleh guru”. Ini berarti, guru berperan penting dan sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa.
Pembelajaran langsung (Directive Learning) selain menekankan pada peran aktif guru dalam kegiatan pembelajaran, diarahkan agar siswa dapat melakukan berbagai aktivitas belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, sebagaimana dikemukakan oleh Trianto (2007:32) yaitu: “Pengelolaan pembelajaran untuk model pembelajaran langsung yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa, terutama dalam hal memperhatikan, mendengarkan, tanya jawab dan menulis”. Dengan demikian, aktivitas-aktivitas belajar seperti memperhatikan bacaan yang ada pada buku pegangan, mengajukan pertanyaan apabila ada penjelasan yang kurang dipahami, mendengarkan dengan baik penjelasan dari guru dan mencatat hal-hal penting yang dijelaskan, perlu untuk dilakukan oleh siswa agar materi pelajaran yang dipelajari dapat dipahami.
Aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa dapat membawa pada keberhasilan belajar, karena aktivitas akan menjadikan siswa menerima pelajaran sekaligus dalam waktu yang bersamaan melakukan perbuatan belajar, sehingga materi yang dijelaskan akan lebih mudah dipahami, karena siswa aktif menerima, mengolah dan mempelajari informasi materi pelajaran. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Idri Shafaat (2009:33) yaitu, “Aktivitas belajar merupakan kondisi pendukung untuk siswa dalam menerima pelajaran, karena siswa tidak hanya menerima dalam keadaan pasif, tapi menerima pelajaran dalam keadaan aktif”.
Keterkaitan antara model pembelajaran langsung (Directive Learning) dengan aktivitas belajar terletak pada kelebihan dari model pembelajaran langsung (Directive Learning) itu sendiri. Menurut Trianto (2007:30) kelebihan model pembelajaran langsung (Directive Learning) adalah: “Guru yang menerapkan model pembelajaran langsung akan memiliki kelas yang terorganisir dengan baik sehingga menghasilkan rasio keterlibatan dan aktivitas siswa menjadi lebih tinggi”.
Berarti dengan menerapkan model pembelajaran langsung (Directive Learning), aktivitas belajar siswa akan meningkat, karena kelas dan materi pelajaran dikondisikan secara terorganisir, sehingga siswa mengetahui dengan baik apa yang harus dilakukannya untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan penerapan pembelajaran langsung (Directive Learning) diharapkan aktivitas belajar siswa menjadi meningkat atau dengan kata lain siswa terlibat aktif dalam upaya memperoleh informasi materi pelajaran, sehingga setiap pengetahuan yang didapat oleh siswa dari materi yang dipelajari dapat dipahami dengan baik dan diingat oleh siswa untuk jangka waktu yang relatif lama.
Berdasarkan hasil pra survey yang peneliti lakukan di SMA Negeri 3 Mandor, khususnya di kelas X, diketahui bahwa model pembelajaran langsung (Directive Learning) diterapkan pada mata pelajaran Sejarah. Hal ini dapat diketahui dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan, dimana guru berperan aktif dalam proses pembelajaran, seperti menjelaskan materi pelajaran mulai dari penjelasan tujuan pembelajaran, konsep-konsep materi pembelajaran, menjelaskan isi materi pelajaran sesuai dengan urutannya dan memberikan bimbingan kepada siswa. Selain itu, guru pun mengatur bagaimana siswa berpartisipasi dalam proses pembelajaran, dengan mengadakan tanya jawab setelah menjelaskan materi pelajaran, memberikan soal-soal latihan dan memberikan tugas Pekerjaan Rumah (PR) kepada siswa.
Namun meskipun proses pembelajaran dengan model pembelajaran langsung (Directive Learning) tersebut telah dilaksanakan, tidak semua siswa mampu beraktivitas dan melaksanakan kegiatan belajar dengan baik dan benar. Masih ada beberapa siswa yang menunjukkan gejala-gejala seperti tidak memperhatikan penjelasan materi dalam proses pembelajaran, tidak mencatat hal-hal penting yang ada pada penjelasan materi pelajaran dan masih ada beberapa siswa yang kurang memiliki keberanian untuk mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Selain itu, masih terdapat pula siswa yang tidak tepat dalam menjawab pertanyaan dari guru, disebabkan tidak begitu mendengarkan dan menyimak pertanyaan yang diajukan. Bahkan, ketika diberi tugas, masih ada siswa yang mengerjakannya tidak sungguh-sungguh, sehingga hasil atau nilai yang diperolehnya kurang memuaskan.
Hal inilah yang menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Korelasi Pelaksanaan Model Pembelajaran Langsung dalam Proses Pembelajaran Sejarah dengan Aktivitas Belajar Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak.

B.     Masalah Penelitian
Permasalahan penelitian ini secara umum adalah, “Bagaimanakah korelasi pelaksanaan model pembelajaran langsung dalam proses pembelajaran Sejarah dengan aktivitas belajar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak ?” Secara khusus, sub-sub masalah penelitian ini adalah :
1.      Bagaimanakah pelaksanaan model pembelajaran langsung dalam proses pembelajaran Sejarah di kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak ?
2.      Bagaimanakah aktivitas belajar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak ?
3.      Apakah terdapat korelasi pelaksanaan model pembelajaran langsung dalam proses pembelajaran Sejarah dengan aktivitas belajar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak ?

C.     Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang jelas dan akurat mengenai korelasi pelaksanaan model pembelajaran langsung dalam proses pembelajaran Sejarah dengan aktivitas belajar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang jelas dan akurat mengenai :
1.      Pelaksanaan model pembelajaran langsung dalam proses pembelajaran Sejarah di kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak.
2.      Aktivitas belajar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak.
3.      Ada tidaknya korelasi pelaksanaan model pembelajaran langsung dalam proses pembelajaran Sejarah dengan aktivitas belajar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pendidikan, terutama yang berkenaan dengan pengembangan teori-teori pembelajaran pada mata pelajaran Sejarah.
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi siswa
Penelitian ini diharapkan memberikan masukan berkenaan dengan pentingnya aktivitas dalam kegiatan proses pembelajaran yang dijalani.
b.      Bagi guru mata pelajaran Sejarah
Penelitian ini diharapkan memberikan masukan untuk guru dalam rangka mengoptimalkan model dan strategi pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran di kelas.
c.       Bagi Kepala Sekolah
Penelitian ini diharapkan memberikan masukan dalam upaya menetapkan kebijakan pembinaan dan pengawasan terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah.
d.      Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti tentang pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga dapat menjadi bekal pada saat melaksanakan proses pembelajaran dalam praktek nyata di lapangan.

E.     Ruang Lingkup Penelitian
1.      Variabel Penelitian
Variabel akan memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang akan diteliti oleh seorang peneliti. Sugiyono (1997:21) mengemukakan bahwa: “Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau aspek dari orang maupun obyek yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya”. Selanjutnya Sanafiah Faisal (1992:82) mengemukakan bahwa: “Variabel adalah kondisi-kondisi atau karakteristik-karakteristik yang oleh eksperimen dimanipulasi, dikontrol atau diobservasi”.
Berdasarkan beberapa pengertian variabel di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa variabel adalah gejala yang bervariasi yang menjadi titik sasaran atau suatu pengamatan dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat, karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan atau korelasi antar dua variabel.
a.       Variabel bebas (x)
Variabel bebas adalah variabel yaitu mempengaruhi variabel lain yaitu variabel terikat, sebagaimana pendapat Hadari Nawawi (2003:41) yaitu: “Sejumlah gejala dengan berbagai unsur atau faktor di dalamnya menentukan atau mempengaruhi adanya variabel yang lain”. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah, pelaksanaan model pembelajaran langsung dalam proses pembelajaran Sejarah. Aspek-aspek variabelnya adalah sebagai berikut :
1)      Menyampaikan kompetensi, tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa, dengan indikator :
a)      Menjelaskan kompetensi dan tujuan pembelajaran.
b)      Menginformasikan latar belakang pentingnya materi pelajaran.
c)      Mempersiapkan siswa untuk belajar.
2)      Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, dengan indikator :
a)      Mendemonstrasikan pengetahuan/keterampilan.
b)      Menyajikan informasi tahap demi tahap.
3)      Membimbing pelatihan, dengan indikator :
a)      Merencanakan bimbingan.
b)      Memberikan bimbingan pelatihan awal.
4)      Mengecek pemahaman dan memberi umpan balik, dengan indikator :
a)      Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik.
b)      Memberikan umpan balik.



5)      Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan, dengan indikator :
a)      Mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan.
b)      Penerapan kepada situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari. (Yatim Riyanto, 2010:281-282).

b.      Variabel terikat (y)
Variabel terikat adalah variabel yang timbul akibat variabel lain yaitu variabel bebas. Variabel terikat menurut Hadari Nawawi (2003:57) adalah: “Sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau dibentuk oleh adanya variabel bebas”. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar siswa. Aspek-aspek variabelnya adalah sebagai berikut :
1)      Aktivitas visual (melihat/memperhatikan) oleh siswa, dengan indikator:
a)      Melihat dengan seksama penjelasan guru
b)      Membaca
c)      Mengamati atau melihat contoh-contoh yang ditampilkan.
2)      Aktivitas lisan (berbicara) oleh siswa, dengan indikator :
a)      Mengajukan pertanyaan
b)      Menjawab
c)      Memberi saran
d)      Mengemukakan pendapat saat tanya jawab dan diskusi.
3)      Aktivitas mendengarkan oleh siswa, dengan indikator :
a)      Mendengarkan penjelasan guru.
b)      Mendengarkan arahan dari guru.
c)      Mendengarkan saat kegiatan diskusi dan tanya jawab.
4)      Aktivitas menulis oleh siswa, dengan indikator :
a)      Mencatat.
b)      Mengerjakan tugas.
c)      Membuat rangkuman. (Moh. Uzer Usman, 2007:22)

2.      Definisi Operasional
Beberapa istilah dalam variabel penelitian ini yang akan dijelaskan adalah sebagai berikut :

a.       Pelaksanaan model pembelajaran langsung
Model pembelajaran langsung (Directive Learning) menurut Trianto (2007:29) merupakan: “Salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa dalam upaya memperoleh pengetahuan secara bertahap”. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pelaksanaan model pembelajaran langsung dalam penelitian ini adalah pelaksanaan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam memperoleh informasi dengan kegiatan belajar yang dirancang secara teratur dan bertahap sesuai dengan urutan materi pelajaran Sejarah.
b.      Aktivitas belajar
Aktivitas belajar siswa menurut Aunurrahman (2008:100) adalah: “Keterlibatan fisik maupun mental siswa dalam kegiatan pembelajaran”. Dengan demikian, yang dimaksud aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dalam penelitian ini adalah keterlibatan secara aktif fisik maupun mental siswa dalam proses pembelajaran Sejarah.
c.       Mata Pelajaran Sejarah
Pembelajaran sejarah menurut Sudirman. N (2001:20) adalah: “Mempelajari dan menerjemahkan informasi berkenaan dengan peristiwa masa lampau dan dimaknai untuk melangkah ke masa depan”. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan mata pelajaran Sejarah dalam penelitian ini adalah salah satu pembelajaran yang masuk dalam kurikulum sistem pendidikan nasional yang bertujuan untuk mempelajari setiap informasi yang berkenaan dengan peristiwa masa lampau, sebagai pedoman untuk kehidupan di masa depan.

F.      Hipotesis
Penelitian yang dilakukan adalah termasuk ke dalam penelitian kuantitatif dalam bentuk korelasi, sehingga memerlukan adanya hipotesis. Dengan adanya hipotesis ini, maka akan ada dugaan sementara tentang hasil penelitian yang kebenarannya perlu dibuktikan melalui serangkaian kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan hipotesis, Sugiyono (1997:39) mengemukakan bahwa: “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian”. Sementara itu Moh. Ali (1998:34) menyatakan bahwa: “Hipotesis adalah rumusan jawaban sementara yang harus diuji melalui kegiatan penelitian”. Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Hipotesis Alternatif (Ha)
Terdapat korelasi pelaksanaan model pembelajaran langsung dalam proses pembelajaran Sejarah dengan aktivitas belajar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak.



2.      Hipotesis Nol (Ho)
Tidak terdapat korelasi pelaksanaan model pembelajaran langsung dalam proses pembelajaran Sejarah dengan aktivitas belajar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak.

G.    Metode dan Bentuk Penelitian
1.      Metode Penelitian
Setiap penelitian memerlukan metode untuk mencapai suatu tujuan, sebaliknya tanpa adanya metode yang jelas, penelitian itu sendiri tidak akan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, karena itu metode dalam suatu penelitian sangat diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardalis (2004:25) yang mengemukakan bahwa: “Metode diartikan sebagai suatu cara atau teknik yang digunakan dalam proses penelitian”.
Berkenaan dengan pentingnya metode dalam penelitian, Winarno Surachmad (2000:131) menyatakan bahwa: “Metode adalah alat utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian Hipotesa dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu”. Sedangkan Moh. Ali (1998:21) berpendapat: “Metode ilmiah adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi.”
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti dalam suatu penelitian untuk memecahkan permasalahan penelitian. Penentuan suatu metode yang akan digunakan dalam penelitian harus tepat, karena bila keliru, maka akan berakibat pada hasil penelitian yang tidak memuaskan. Dalam hal penggunaan metode penelitian yang tepat, Hadari Nawawi (2003:61) menyampaikan beberapa alasan, sebagai berikut:
a.       Menghindari cara pemecahan masalah dan cara berpikir yang spekulatif dalam mencari kebenaran ilmu, terutama dalam bidang ilmu sosial yang variabelnya sangat dipengaruhi oleh sikap subyektifitas manusia yang mengungkapkannya.
b.      Menghindari cara pemecahan masalah atau cara kerja yang bersifat trial and error sebagai cara yang tidak menguntungkan bagi perkembangan ilmu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan modern.
c.       Meningkatkan sifat obyektifitas dalam menggali kebenaran pengetahuan yang tidak saja penting artinya secara teoritis tetapi juga sangat besar pengaruhnya terhadap kegunaan praktis hasil penelitian di dalam kehidupan manusia.

Selanjutnya dalam suatu penelitian meliputi bermacam-macam, hal ini sejalan dengan pendapat Hadari Nawawi (2003:62) menyatakan metode penelitian dapat digolongkan menjadi :
a.       Metode filosofis
b.      Metode deskriptif
c.       Metode historis
d.      Metode eksperimen.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat ditetapkan dalam penelitian ini metode yang dipilih adalah metode deskriptif. Sehubungan dengan hal tersebut, Hadari Nawawi (2003:63) mengungkapkan pendapatnya yang menyatakan bahwa: “Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”.
Alasan dipilihnya metode deskriptif ini karena penulis hendak mendeskripsikan semua gejala-gejala yang terjadi pada saat penelitian itu dilaksanakan, atau dengan kata lain pemecahan masalah dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan cara memaparkan hasil penelitian sesuai dengan temuan yang peneliti dapatkan di lapangan sebagaimana adanya.
2.      Bentuk Penelitian
Suatu metode penelitian, akan dapat digunakan dengan adanya dukungan dari bentuk penelitian, dalam suatu metode penelitian terdapat beberapa macam bentuk penelitian yang dapat digunakan. Hadari Nawawi (2003:64) mengemukakan tiga bentuk penelitian deskriptif, yaitu :
a.       Survei (Survey Studies)
b.      Studi hubungan (Interrelationship Study)
c.       Studi perkembangan (Develomental Study).
Sehubungan dengan bentuk penelitian deskriptif, Winarno Surachmad (2000:160) menyatakan bahwa: “Penelitian deskriptif terdiri dari penelitian laporan/survey, studi perkembangan, studi kelanjutan dan studi sosiometrik”. Berdasarkan bentuk-bentuk penelitian tersebut, maka bentuk penelitian dalam penelitian ini adalah bentuk studi hubungan (Interrelationship Study).
Hal ini disebabkan karena penelitian ini bermaksud mendeskripsikan hubungan atau pengaruh variabel bebas (x) yaitu, pelaksanaan model pembelajaran langsung dalam proses pembelajaran Sejarah dengan variabel terikat atau variabel Y yaitu, aktivitas belajar siswa.

H.    Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi merupakan sumber data akurat yang diperlukan dalam penelitian, karena itu peranannya sangat penting. Penetapan populasi yang tepat akan mendapatkan sumber data yang benar-benar mampu memberikan informasi yang diperlukan. Populasi dalam penelitian dibedakan menjadi dua yaitu populasi sasaran dan populasi terjangkau. Menginat keterbatasan yang ada pada diri penulis, selanjutnya populasi dalam penelitian ini adalah populasi terjangkau, artinya populasi yang sebarannya berlaku hanya pada satu tempat.
Populasi menurut Hadari Nawawi (2003:141) adalah: “Keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian”. Sementara itu, Nana Sudjana (2001:75) menyatakan bahwa: “Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung maupun pengukuran, kuantitatif dari pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas”.
Bertolak dari pengertian-pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh individu yang dijadikan obyek penelitian. Selanjutnya yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran Sejarah dan siswa SMA Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak, dengan karakteristik sebagai berikut :
a.       Siswa-siswi kelas X SMA Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak yang terdaftar pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012, sejumlah 61 orang.
b.      Guru mata pelajaran Sejarah kelas X, dengan kualifikasi pendidikan Sarjana (S1) Program Studi IPS/Sejarah, sejumlah 1 orang.
Berdasarkan karakteristik tersebut, maka sebaran populasi siswa kelas X SMA Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak terdapat pada tabel 1.1 sebagai berikut :
TABEL 3.1
DISTRIBUSI POPULASI PENELITIAN MENURUT
KELAS DAN JENIS KELAMIN
No.
Kelas
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
1.
X A
17
13
30
2
X B
18
13
31
Jumlah
35
26
61
Sumber : TU SMA Negeri 3 Mandor Tahun 2012
2.      Sampel
Suatu proses penelitian dengan jumlah populasi yang besar, maka perlu kiranya ditetapkan sampel penelitian. Hal ini disebabkan beberapa faktor konvensional yang menjadi kelemahan peneliti, yaitu ketersediaan waktu, tenaga dan kemampuan (biaya dan pengetahuan). Sehubungan dengan itu, Nana Sudjana (2001:17) mengemukakan bahwa: “Proses menarik sebagian subjek, gejala atau objek yang ada pada populasi disebut sampel”. Sedangkan Sugiyono (1997:40) mengemukakan bahwa: “Sampel adalah sejumlah anggota subjek penelitian yang terdapat di antara sejumlah besar subjek penelitian”.
Mencermati jumlah populasi yang tersedia dalam penelitian ini, maka dalam penentuan jumlah sampel, penulis mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto (2004:52) yang mengatakan bahwa :
Untuk sekadar ancer-ancer apabila subjek kurang dari seratus (100) lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya apabila objek atau subjeknya lebih dari seratus (100) dapat diambil 10% – 15% atau 20% - 25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya :
a.       Dari kemampuan peneliti melihat dari segi waktu, tenaga dan dana.
b.      Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
c.       Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang beresiko besar, tentu saja sampel lebih besar lebih baik.

Berdasarkan pendapat di atas, karena jumlah populasi yang cukup terjangkau, yaitu 61 orang siswa, maka  peneliti memutuskan untuk mengambil keseluruhan jumlah populasi untuk dijadikan sampel sebagai sumber data penelitian. Dengan demikian, jumlah sampel penelitian adalah 61 orang siswa dan 1 orang guru mata pelajaran Sejarah, sehingga jumlah keseluruhan adalah 62 orang.




I.       Teknik dan Alat Pengumpul Data
1.      Teknik Pengumpul Data
Proses penelitian yang berhasil tentu memerlukan teknik tertentu untuk memperlancar proses penelitian dan teknik tersebut harus sesuai dengan pencapaian tujuan penelitian. Penetapan teknik yang tepat dalam penelitian akan berdampak positif dan memiliki arti penting yang sangat strategis, sebab semua yang akan didata, dianalisis dan diinterpretasikan akan menjadi tepat.
Data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian merupakan faktor yang sangat penting dalam upaya untuk memecahkan masalah penelitian. Oleh karena itu, data yang diperoleh haruslah data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Sehubungan dengan itu, diperlukan penggunaan teknik dan alat pengumpul data yang tepat, ada beberapa teknik yang digunakan dalam suatu penelitian dan setiap teknik yang satu dengan teknik yang lain sangat berbeda.
Berkaitan dengan teknik pengumpul data, Hadari Nawawi (2003:94) mengungkapkan enam (6) teknik pengumpul data, yaitu :
a.       Teknik observasi langsung
b.      Teknik observasi tidak langsung
c.       Teknik komunikasi langsung
d.      Teknik komunikasi tidak langsung
e.       Teknik pengukuran
f.        Teknik studi dokumentasi/bibliografi.

Berdasarkan penggolongan teknik pengumpul data di atas tersebut, maka dalam penelitian ini menggunakan teknik komunikasi tidak langsung sebagai teknik utama dan teknik komunikasi langsung serta teknik observasi langsung sebagai objek pendukung dalam pengumpul data.
a.       Teknik observasi langsung
Teknik pendukung lain yang digunakan adalah teknik observasi langsung. Hadari Nawawi (2003:111) mengemukakan bahwa: “Teknik observasi langsung dipergunakan untuk mengamati dan mencatat gejala-gejala yang tampak yang berkenaan dengan masalah-masalah yang diteliti”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa teknik observasi langsung merupakan cara mengumpulkan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan langsung mengenai aktifitas subjek penelitian berkenaan dengan objek penelitian.
b.      Teknik komunikasi langsung
Teknik komunikasi langsung merupakan teknik pendukung dalam penelitian ini. Menurut Winarno Surachmad (2000:163) teknik komunikasi langsung adalah: “Dimana peneliti mengumpulkan data dengan jalan mengadakan komunikasi langsung dengan subjek penelitian, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi yang dibuat”. Selanjutnya, Hadari Nawawi (2003:97) mengemukakan bahwa, “Teknik komunikasi langsung adalah cara mengumpulkan data yang mengharuskan seseorang peneliti mengadakan kontak langsung secara lisan atau tatap muka (face to face) dengan sumber data, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi yang sengaja dibuat untuk keperluan tersebut”.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teknik komunikasi langsung adalah suatu teknik penelitian yang dilakukan dengan cara berdialog atau berkomunikasi langsung atau bertatap muka dengan narasumber untuk menghimpun data penelitian, tentunya dengan cara mengemukakan beberapa pertanyaan sehubungan dengan data atau informasi yang ingin didapat.
c.       Teknik komunikasi tidak langsung
Teknik komunikasi tidak langsung merupakan teknik utama yang digunakan untuk mengumpulkan data. Winarno Surachmad (2000:162) mengemukakan bahwa: “Teknik komunikasi tidak langsung adalah teknik dimana peneliti mengumpulkan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan subjek penelitian melalui perantara alat, baik yang sudah tersedia maupun alat khusus yang dibuat untuk keperluan tersebut.”
Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Hadari Nawawi (2003:95) yang mengemukakan bahwa: “Teknik komunikasi tidak langsung ialah cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan mengadakan hubungan tidak langsung atau dengan perantara alat, baik alat yang sudah tersedia maupun alat khusus yang dibuat untuk keperluan itu.” Jadi, teknik komunikasi tidak langsung adalah suatu cara untuk mengumpulkan data mengenai objek penelitian dengan perantara alat tertentu yaitu berupa alat pengumpul data.
d.      Teknik studi dokumenter
Teknik studi dokumenter merupakan salah satu teknik utama yang digunakan. Hadari Nawawi (2003:111) mengemukakan bahwa: “Teknik studi dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang mengharuskan seorang peneliti untuk melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian untuk mendapatkan sejumlah fakta sebagai hasil penelitian”. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa teknik studi dokumenter merupakan teknik pengumpulan data yang membutuhkan dokumen-dokumen yang berkenaan penelitian untuk dianalisis.
2.      Alat Pengumpul Data
Berdasarkan teknik-teknik pengumpul data yang digunakan, maka alat pengumpul data yang sesuai dengan teknik-teknik tersebut adalah :
a.       Panduan observasi
Panduan observasi digunakan untuk membantu peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran Sejarah. Panduan observasi yang digunakan berbentuk daftar checklist (Ö).
b.      Panduan wawancara
Panduan wawancara digunakan untuk memperkuat jawaban responden yang diperoleh melalui angket. Panduan wawancara berisikan beberapa pertanyaan yang akan diajukan secara lisan dan tatap muka dengan responden penelitian yaitu, guru mata pelajaran Sejarah kelas X SMA Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak.
c.       Angket
Angket digunakan untuk memperoleh data informasi tentang bimbingan sosial dan penyesuaian diri pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Mandor Kabupaten Landak. Angket yang digunakan adalah dalam bentuk terstruktur tertutup, artinya bahwa sejumlah pertanyaan telah tersedia sejumlah alternatif yang akan dipilih oleh responden, sehingga responden hanya memberi tanda silang (X) pada salah satu alternatif jawaban yang dianggapnya tepat atau sesuai.
Adapun skala transformasi yang digunakan adalah skala Guttman. Moh. Nazir (1999:400) mengemukakan bahwa, “Bobot pertanyaan dalam skala guttman adalah 5, 4, 3, 2, 1 atau disesuaikan dengan opsi jawaban yang tersedia dengan memperhatikan kualitas setiap opsi jawaban”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka bobot pertanyaan berdasarkan opsi jawaban yang direncanakan dalam penelitian ini adalah :
1)      Pilihan jawaban “selalu” diberi bobot 4.
2)      Pilihan jawaban “kadang-kadang” diberi bobot 3.
3)      Pilihan jawaban “jarang” diberi bobot 2.
4)      Pilihan jawaban “tidak pernah” diberi bobot 1.

d.      Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan dokumen-dokumen otentik yang akan dianalisis dan dilampirkan untuk memperkuat hasil penelitian yang diperoleh dari angket, wawancara dan observasi. Hal ini disebabkan model pembelajaran yang diterapkan tercantum di dalam Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru.

J.      Rencana Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, karena itu dalam menganalisis data dilakukan dengan rumus statistik. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.      Sub masalah satu dan dua akan dijawab dengan menggunakan teknik statistik, dengan rumus persentase, menurut Anas Sudijono (2009:43) adalah sebagai berikut :
P =  x 100%
Keterangan :
f       = Frekuensi hasil observasi
N     = Number of Case (Jumlah frekuensi keseluruhan)
P     = Angka persentase
Penentuan kriteria pencapaian hasil persentase, menggunakan pendapat Anas Sudijono (2009:45) yaitu :

80% - 100%    = Baik sekali
70% - 79%      = Baik
60% - 69%      = Cukup
       < 60%       = Kurang
2.      Sub masalah ketiga akan dijawab dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment (Sugiyono, 1997:122) sebagai berikut :
rxy =
Keterangan :
rxy       = Koefisien korelasi
∑xy    = Jumlah perkalian skor variabel x dan y
x         = Skor variabel bebas
y         = Skor variabel terikat
N        = Jumlah subjek penelitian.
Tingkat hubungan variabel bebas dengan variabel terikat perlu untuk diketahui, oleh sebab itu, digunakanlah pedoman berdasarkan pendapat Sugiyono (1997:125) sebagai berikut :
Besarnya “r” Product Moment (rxy)
Interpretasi
0,00 – 0,20
0,20 – 0,40
0,40 – 0,70
0,90 – 0,90
0,90 – 1,00
Korelasi lemah (tidak terdapat korelasi)
Korelasi rendah (kurang memiliki korelasi).
Korelasi sedang (cukup memiliki korelasi).
Korelasi tinggi (memiliki korelasi yang kuat).
Korelasi sangat tinggi (memiliki korelasi yang erat).
K.    Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Proses penelitian mulai dari tahap pra observasi, penyusunan desain penelitian, penyusunan alat pengumpul data, pengurusan surat menyurat penelitian, pelaksanaan penelitian dan konsultasi hasil pembahasan dan hasil penelitian secara keseluruhan dijabarkan dalam tabel 1.2 sebagai berikut :
TABEL 1.2
RENCANA JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
No.
Kegiatan
Bulan/Tahun 2012
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
1.
Pengajuan Outline







2.
Pra observasi







3.
Penyusunan Desain







5.
Konsultasi Desain







4.
Seminar







5.
Pelaksanaan Penelitian







6.
Pengolahan Data







7.
Konsultasi Skripsi







8.
Ujian Skripsi



















BAGIAN II
PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECTIVE LEARNING) DAN
AKTIVITAS BELAJAR SISWA

A.     Model Pembelajaran Langsung (Directive Learning)
1.      Pengertian Model Pembelajaran Langsung (Directive Learning)
Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa: “The direct instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion.” Selanjutnya, menurut Kardi dan Nur (2000:2) model pembelajaran langsung merupakan: “Suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah”.
26
 
Pengertian lain tentang model pembelajaran langsung dikemukakan oleh Faiq Dzaki (2009:4) sebagai berikut, “Model pembelajaran langsung adalah: “Salah satu model pengajaran yang dirancang khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah”. Selanjutnya, Rosenshine dan Stevens (1996:54) mengemukakan bahwa, “A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model”. Artinya, model mengajar yang membantu siswa untuk mempelajari pengetahuan dan pengalaman dasar secara bertahap dikenal dengan istilah model pembelajaran langsung.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran langsung (Directive Learning) adalah suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi dalam bentuk pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah.
2.      Ciri-ciri Model Pembelajaran Langsung (Directive Learning)
Model pembelajaran langsung (Directive Learning) merupakan suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan tujuan agar siswa memperoleh pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif. Dasar dari pengajaran langsung menurut Good dan Grows (1995:45) adalah, “Active Learning, Mastery Teaching and Explicit Instruction”. Ini berarti dasar dari pengajaran langsung adalah belajar aktif, terbimbing dan adanya pemberian instruksi yang jelas di setiap kegiatan belajar. Sedangkan dilihat dari sisi pelaksanaan, model pembelajaran langsung (Directive Learning) lebih mengutamakan proses bertahap selangkah demi selangkah, sehingga siswa mudah dalam menangkap pengetahuan yang diberikan. Kardi dan Nur (2000:5) mengemukakan bahwa, “Pengetahuan deklaratif (dapat diungkapkan dengan kata‑kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu”. Adapun ciri-ciri model pembelajaran langsung menurut Trianto (2007:29) adalah :
a.       Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian hasil belajar.
b.      Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
c.       Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.

Ciri-ciri ini menunjukkan bahwa pembelajaran langsung dilaksanakan dengan berdasarkan pada tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang ingin dicapai dan bagaimana pengaruhnya terhadap perkembangan siswa. Selain itu, dalam pelaksanaannya alur kegiatan merupakan satu kesatuan yang utuh dan berkesinambungan dengan pengelolaan kegiatan pembelajaran dan lingkungan belajar yang ada.
3.      Tahap-tahap Pelaksanaan Model Pembelajaran Langsung (Directive Learning)
Pada setiap model pengajaran memiliki sintaks atau fase-fase pengajaran yang berbeda antara satu model pembelajaran dengan model pembelajaran yang lain. Demikian pula untuk model pembelajaran langsung (Directive Learning) tentu memiliki fase atau tahap-tahap pembelajaran. Adapun tahap-tahap tersebut menurut Yatim Riyanto (2010:281-282) adalah:
a.       Menyampaikan kompetensi, tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa.
b.      Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan
c.       Membimbing pelatihan.
d.      Mengecek pemahaman dan memberi umpan balik.
e.       Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan.

Setiap tahap harus dilaksanakan secara berurutan, karena antara satu dengan lainnya saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Artinya, dalam pelaksanaan model pembelajaran langsung keteraturan proses pembelajaran sangat diperhatikan.
a.       Menyampaikan kompetensi, tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa (Kegiatan awal pembelajaran).
Para siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa mereka berpartisipasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan mereka perlu mengetahui apa yang harus dapat mereka lakukan setelah selesai berperan serta dalam pelajaran itu. Yatim Riyanto (2010:281) mengemukakan bahwa: “Pada tahap ini guru menjelaskan kompetensi dan tujuan pembelajaran, menginformasikan latar belakang pentingnya materi pelajaran dan mempersiapkan siswa untuk belajar”. Dapat dikatakan bahwa tahap ini merupakan tahap awal yang dilakukan dalam proses pembelajaran.
1)      Menjelaskan kompetensi dan tujuan pembelajaran
Kompetensi merupakan kemampuan yang diharapkan dapat tercapai setelah siswa mempelajari suatu materi pelajaran, sedangkan tujuan pembelajaran adalah target yang ingin dicapai setelah mempelajari materi tersebut. Oleh sebab itu, guru perlu menjelaskan kompetensi yang diharapkan tercapai dan menjelaskan tujuan pada setiap pertemuan. Trianto (2007:36) mengatakan: “Siswa harus mengetahui hasil yang ingin dicapai setelah mempelajari suatu materi pelajaran, agar mereka mengetahui secara pasti apa yang akan diperolehnya setelah mempelajari materi tersebut”. Dengan mengetahui kompetensi dan tujuan pembelajaran, maka diharapkan siswa dapat fokus dalam belajar untuk mencapai hasil yang diharapkan.
2)      Menginformasikan latar belakang pentingnya materi pelajaran
Setiap materi pelajaran tentu memiliki nilai dan manfaat tersendiri bagi siswa, sehingga penting untuk dipelajari. Siswa perlu untuk mengetahui hal tersebut, sehingga guru perlu menjelaskan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan, menurut Trianto (2007:36) bahwa: “Latar belakang manfaat materi pelajaran, perlu diinformasikan untuk menarik minat siswa terhadap materi tersebut”. Artinya, manfaat dari setiap materi pelajaran menjadikan siswa merasakan bahwa materi tersebut penting untuk dipelajari, sehingga muncul minat untuk mempelajarinya lebih lanjut.
3)      Mempersiapkan siswa untuk belajar
Kegiatan ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa, memusatkan perhatian siswa pada pokok bahasan dan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah dimilikinya, yang relevan dengan pokok bahan yang akan dipelajari. Dalam mempersiapkan siswa, maka guru perlu mengarahkan siswa untuk mempersiapkan peralatan belajar sebelum memulai proses pembelajaran dan meminta siswa untuk tertib selama mengikuti proses pembelajaran. Trianto (2007:36) mengemukakan bahwa: “Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan mengulang pokok-pokok pelajaran yang lalu, atau memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa tentang pokok-pokok pelajaran yang lalu”. Adanya kesiapan, diharapkan memberikan motivasi pada siswa untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
b.      Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan (kegiatan inti pembelajaran)
Kunci keberhasilan pada fase ini yaitu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sejelas mungkin dan mengikuti langkah-langkah demonstrasi yang efektif. Yatim Riyanto (2010:281) mengatakan: “Ada dua hal penting yang perlu dilakukan pada tahap ini, yaitu mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan dan menyajikan informasi tahap demi tahap”. Guru memegang peranan penting pada tahap ini, karena guru yang menyampaikan materi kepada siswa dan siswa memperhatikan penjelasan tersebut.
1)      Mendemonstrasikan pengetahuan/keterampilan
Mendemonstrasikan suatu konsep atau keterampilan yang baik akan memungkinkan pengetahuan tersebut berhasil dipahami oleh siswa. Yatim Riyanto (2010:282) mengatakan: “Guru perlu sepenuhnya menguasai konsep atau keterampilan yang akan disampaikan kepada siswa”. Informasi berupa pengetahuan yang terkandung dalam materi dan kemampuan yang akan dikuasai siswa apabila dapat memahami materi yang dijelaskan perlu dijelaskan oleh guru. Untuk itu guru perlu mempelajari terlebih dahulu materi yang dibahas, sebelum diberikan kepada siswa.
2)      Menyajikan informasi tahap demi tahap
Mempresentasikan atau menginformasikan materi pelajaran kepada siswa, dalam hal ini Yatim Riyanto (2010:282) mengatakan: “Keberhasilannya terletak pada kemampuan guru dalam memberikan informasi dengan jelas dan spesifik”. Penjelasan materi pelajaran harus sesuai dengan urutan pembahasan. Dalam hal ini, guru perlu untuk menjelaskan setiap materi yang dibahas dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami siswa.
c.       Membimbing pelatihan
Salah satu tahap penting dalam pembelajaran langsung adalah cara guru mempersiapkan dan melaksanakan “pelatihan terbimbing.” Keterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan dapat meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar, dan memungkinkan siswa menerapkan konsep/keterampilan pada situasi yang baru atau yang penuh tekanan. Yatim Riyanto (2010:282) mengatakan: “Pada tahap ini guru melakukan perencanaan bimbingan yang akan diberikan dan memberikan bimbingan pelatihan awal”. Perencanaan dilakukan agar proses bimbingan dapat berlangsung secara efektif, sedangkan bimbingan pelatihan awal berfungsi untuk menyiapkan siswa untuk melakukan pelatihan selanjutnya.
1)      Merencanakan bimbingan
Prinsip yang digunakan sebagai acuan bagi guru dalam merencanakan bimbingan, menurut Yatim Riyanto (2010:283) adalah: “Pengaturan waktu yang digunakan selama pelatihan”. Artinya, pada saat merencanakan, guru perlu menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan bimbingan pelatihan awal. Selain itu, untuk menentukan siswa yang membutuhkan bimbingan, maka guru perlu mengamati setiap siswa pada saat melakukan kegiatan belajar.
2)      Memberikan bimbingan pelatihan awal
Bimbingan pelatihan awal dimanfaatkan sebagai upaya mempersiapkan siswa untuk melakukan pelatihan lanjutan. Yatim Riyanto (2010:282) mengemukakan bahwa: “Dalam bimbingan pelatihan awal guru hendaknya memberikan latihan singkat dan sederhana pada siswa, namun sesuai dengan materi yang dipelajari”. Dengan demikian, dalam pelatihan awal guru dapat memanfaatkan soal-soal latihan dalam jumlah yang tidak begitu banyak untuk dikerjakan oleh siswa. Pada mulai mengerjakan tugas guru memberikan bimbingan kepada siswa.
d.      Mengecek pemahaman dan memberi umpan balik
Pada pembelajaran langsung, fase ini mirip dengan apa yang kadang-kadang disebut resitasi atau umpan balik. Guru dapat menggunakan berbagai cara untuk memberikan umpan balik kepada siswa. Yatim Riyanto (2010:283) mengatakan: “Guru perlu melakukan pengecekan terhadap keberhasilan siswa melakukan tugas dan memberikan umpan balik”. Dengan demikian, tahap ini berfungsi untuk menilai sejauhmana siswa memahami materi yang dijelaskan dan kemampuannya menyelesaikan tugas yang diberikan.
1)      Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik
Setiap tugas yang dikerjakan oleh siswa biasanya dapat dikerjakan dengan baik dan benar oleh siswa dan tak jarang pula beberapa siswa keliru dalam mengerjakannya. Pengecekan terhadap tugas yang dikerjakan oleh siswa penting untuk dilakukan dalam hal ini. Kardi dan Nur (2008:38) mengatakan bahwa: “Apabila siswa mampu mengerjakan dengan baik, maka berilah pujian untuk meningkatkan kepercayaan dirinya. Sebaliknya apabila apa yang dikerjakan siswa masih keliru, maka guru perlu memberikan bimbingan tentang bagaimana melakukannya dengan benar”. Pengecekan ini dilakukan untuk mengetahui kesungguhan siswa mengerjakan tugas yang diberikan dan seberapa jauh siswa memahami maksud dari tugas yang diberikan. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa setiap tugas yang telah selesai dikerjakan oleh siswa.
2)      Memberikan umpan balik
Umpan balik dalam proses pembelajaran penting untuk dilakukan. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006:76) mengatakan: “Umpan balik dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran sejauhmana kemampuan siswa memahami materi yang dijelaskan”. Umpan balik harus diberikan secara jelas dan spesifik, agar tidak keluar dari konteks materi yang dipelajari. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006:76) mengatakan: “Umpan balik dapat diberikan dalam bentuk guru mengajukan pertanyaan atau memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan berkenaan dengan materi pelajaran”. Dengan demikian, umpan balik dapat bermanfaat untuk mengetahui sejauhmana materi yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa. Umpan balik dapat diupayakan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan atau sebaliknya, guru yang mengajukan pertanyaan untuk dijawab oleh siswa.

e.       Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan (kegiatan penutup pembelajaran)
Pada akhir proses pembelajaran, guru kemudian memberikan semacam tugas atau latihan untuk dikerjakan secara mandiri oleh siswa. Kebanyakan latihan mandiri yang diberikan kepada siswa sebagai fase akhir pelajaran pada pembelajaran langsung adalah pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah atau berlatih secara mandiri, merupakan kesempatan bagi siswa untuk memantapkan pemahaman yang diperolehnya melalui proses belajar secara mandiri. Yatim Riyanto (2010:283) mengatakan: “Pelatihan lanjutan dan penerapan hendaknya dipersiapkan dan soal-soal yang diberikan mengarah pada situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari”. Dengan demikian, pada tahap akhir proses pembelajaran guru diharapkan dapat mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan dan menyajikan soal-soal berupa penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
1)      Mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan
Pelatihan lanjutan dilakukan sebagai upaya memantapkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, sehingga perlu dipersiapkan bentuk pelatihan dan soal-soal secara jelas. Kardi dan Nur (2008:43) mengatakan: “Pelatihan lanjutan bukan merupakan kelanjutan dari pelatihan sebelumnya, namun berisikan keseluruhan pokok materi pelajaran yang penting untuk dipelajari siswa lebih lanjut”. Artinya, dalam pelatihan lanjutan soal-soal yang diberikan harus mencakup semua pokok materi yang dipelajari. Persiapan untuk pelatih lanjutan dapat dilakukan sebelum mengakhiri proses pembelajaran dengan memberikan soal-soal latihan.
2)      Penerapan kepada situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari
Konsep materi pelajaran akan dapat dipahami secara utuh, apabila siswa mampu menemukan keterkaitannya dengan perilaku atau peristiwa dalam kehidupan nyata. Kardi dan Nur (2008:44) mengatakan: “Pembelajaran langsung mengarahkan pembelajaran agar dapat lebih spesifik dan kongkret dengan penjelasan yang rinci untuk setiap pembahasan”. Dengan demikian, soal-soal latihan yang diberikan sebagai pekerjaan rumah hendaknya dapat berupa soal-soal penerapan. Misalnya, siswa diminta untuk menuliskan contoh-contoh perilaku atau peristiwa yang relevan dengan materi pelajaran atau mengamati kejadian atau aktivitas orang-orang di sekitar sehubungan dengan materi pelajaran. Dengan kata lain, siswa dapat ditugaskan untuk mengamati kehidupan sehari-hari di lingkungan tempat tinggal yang berhubungan dengan materi pelajaran.

B.     Aktivitas Belajar Siswa
1.      Pengertian Aktivitas Belajar Siswa
Setiap kegiatan belajar siswa akan terjadi suatu aktivitas baik disengaja maupun tidak. Keaktifan itu sendiri merupakan salah satu indikator adanya kegiatan belajar. Keaktifan berasal dari kata “aktif”. Sejalan dengan itu, menurut Desi Anwar (2003:24) keaktifan adalah: “Kegiatan, kesibukan kerja atau salah satu kegiatan kerja”. Selanjutnya Habeyb (1994:21) mengatakan bahwa: “Aktif adalah giat (dalam melaksanakan pekerjaan), menjalankan kewajiban dengan rajin, bersemangat dan bersungguh-sungguh”. Selanjutnya, menurut Suharsimi Arikunto (1996:11) siswa adalah: “Siapa saja yang terdaftar sebagai obyek didik di suatu lembaga pendidikan”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa aktivitas belajar siswa adalah keaktifan atau kesibukan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Selanjutnya aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran adalah keaktifan atau kesibukan siswa dalam mengikuti pelajaran di kelas yang diwujudkan dalam berbagai aktivitas visual, aktivitas lisan, aktivitas mendengarkan dan aktivitas menulis.
2.      Manfaat Aktivitas Belajar Siswa
Proses aktivitas belajar harus melibatkan seluruh aspek psikofisis siswa, baik jasmani maupun rohani sehingga perubahan perilaku siswa dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif maupun psikomotornya. Aktivitas belajar siswa mempunyai beberapa tujuan, tentunya untuk siswa itu sendiri. Nana Hanafiah dan Cucu Suhana (2009:24) mengemukakan manfaat aktivitas belajar siswa sebagai berikut :
a.       Peserta didik memiliki kesadaran untuk belajar sebagai wujud adanya motivasi internal untuk belajar.
b.      Peserta didik dapat mencari pengalaman dan langsung mengalami sendiri, yang dapat memberikan dampak terhadap pembentukan pribadinya.
c.       Peserta didik dapat belajar dengan menurut minat dan kemampuannya.
d.      Menumbuhkembangkan sikap disiplin dan suasana belajar yang demokratis di kalangan peserta didik.
e.       Pembelajaran dapat dilaksanakan secara konkret sehingga dapat menumbuhkankembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindari terjadinya verbalisme.
f.        Menumbuhkembangkan sikap kooperatif di kalangan peserta didik sehingga sekolah menjadi hidup, sejalan dan serasi dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Selanjutnya, Aunurrahman (2008:93) mengemukakan bahwa: “Betapa pentingnya keaktifan anak di proses pembelajaran. Potensi-potensi anak hanya mungkin dapat dikembangkan, bilamana proses pembelajaran mampu melibatkan peran aktivitas intelektual, mental dan fisik secara optimal”.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang ada, maka manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya aktivitas belajar adalah siswa akan memiliki kesadaran yang tinggi untuk belajar sebagai wujud adanya motivasi dari dalam dirinya untuk belajar, siswa dapat mencari pengalaman dan langsung mengalami sendiri sehingga dapat memberikan dampak terhadap pembentukan pribadinya. Tidak kalah pentingnya adalah potensi-potensi siswa akan semakin berkembang, karena menyangkut aktivitas intelektual, mental dan fisik anak secara optimal.
3.      Aktivitas Belajar Siswa dalam Proses Pembelajaran
Idealnya dalam proses pembelajaran, tidak hanya guru saja yang aktif, tetapi yang diharapkan adalah siswa yang seharusnya aktif. Siswa sebagai subjek didik harus merencanakan dan merasakan sendiri proses belajar. Sehubungan dengan hal tersebut, maka akan dijelaskan penggolongan aktivitas belajar siswa, diantaranya menurut Nana Hanafiah dan Cucu Suhana (2009:24) yang membaginya dalam delapan kelompok, yaitu :
a.       Kegiatan-kegiatan visual, yaitu membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran dan mengalami orang lain bekerja atau bermain.
b.      Kegiatan-kegiatan lisan, yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi dan interupsi.
c.       Kegiatan-kegiatan mendengarkan yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan atau mendengarkan radio.
d.      Kegiatan-kegiatan menulis, yaitu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat rangkuman dan mengerjakan tes.
e.       Kegiatan-kegiatan menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, chart, diagram dan peta.
f.        Kegiatan-kegiatan metrik, yaitu melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan serta menari dan berkebun.
g.       Kegiatan-kegiatan mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.
h.       Kegiatan-kegiatan emosional, yaitu meminta, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.

Kemudian Moh. Uzer Usman (2007:22) mengemukakan bahwa aktivitas belajar siswa dapat digolongkan ke dalam beberapa macam, yaitu:
a.       Aktivitas visual seperti membaca, melakukan eksperimen atau demonstrasi,
b.      Aktivitas lisan seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi.

c.       Aktivitas mendengarkan, seperti mendengarkan penjelasan guru, mendengarkan pengarahan dari guru.
d.      Aktivitas menulis seperti mengarang, membuat makalah atau membuat surat.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dalam proses pembelajaran banyak dan beragam, namun dapat dibedakan atas beberapa jenis aktivitas yang biasanya dilakukan siswa seperti mendengarkan dan mencatat penjelasan guru, mengajukan saran dan pendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan, mengarang, menggambar, menulis laporan atau membuat kliping serta merangkum suatu pokok bahasan tertentu.
Proses pembelajaran Sejarah akan dapat berlangsung dalam suasana belajar yang aktif, apabila siswa-siswa melakukan berbagai aktivitas belajar. Dalam pembelajaran Sejarah, aktivitas visual yang dilakukan oleh siswa biasanya adalah melihat dengan seksama penjelasan guru, membaca dan mengamati atau melihat contoh-contoh yang ditampilkan. Untuk aktivitas lisan, siswa biasanya mengajukan atau menjawab pertanyaan, memberi saran dan mengemukakan pendapat. Untuk aktivitas mendengarkan, siswa biasanya mendengarkan penjelasan dan arahan dari guru atau mendengarkan pembahasan pada saat diskusi atau tanya jawab. Untuk aktivitas menulis, siswa biasanya mencatat, mengerjakan tugas atau membuat rangkuman.
a.       Aktivitas visual (melihat/memperhatikan)
Aktivitas visual adalah aktivitas belajar siswa yang berkaitan dengan penglihatan atau indera penglihatan. Moh. Uzer Usman (2007:22) mengemukakan bentuk-bentuk aktivitas visual, yaitu, “Membaca, melakukan eksperimen atau demonstrasi“. Kemudian Nana Hanafiah dan Cucu Suhana (2009:24) mengemukakan kegiatan-kegiatan visual seperti, “Membaca, melihat gambar-gambar dan mengamati”.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka aktivitas visual untuk Sejarah yang biasa dilakukan adalah melihat dengan seksama penjelasan guru, membaca dan mengamati atau melihat contoh-contoh yang ditampilkan.
1)      Melihat dengan seksama penjelasan guru
Penjelasan guru tentang materi pelajaran yang disampaikan, sangat penting untuk diperhatikan dengan seksama oleh guru. Kartini Kartono (2005:3) mengatakan: “Memperhatikan dengan seksama penjelasan materi pelajaran akan dapat membangkitkan minat siswa terhadap materi tersebut”. Artinya, dengan memperhatikan secara seksama materi yang dijelaskan oleh guru, siswa akan dapat menemukan hal-hal penting dan informasi baru yang dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa, sehingga muncul minat dari siswa untuk memahami penjelasan tersebut. Oleh sebab itu, pada saat guru menjelaskan materi pelajaran siswa perlu memperhatikannya dengan seksama.


2)      Membaca
Melalui membaca siswa dapat memperdalam, memperluas dan menambah pengalaman dan pengetahuan baru. Kartini Kartono (2005:50) mengatakan bahwa: “Dengan membaca, maka akan diperoleh pokok-pokok pembahasan yang dianggap penting”. Hal ini dapat membantu dalam mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dari tugas yang diberikan atau memperjelas pembahasan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Untuk itu siswa perlu untuk membaca buku paket yang digunakan pada saat proses pembelajaran.
3)      Mengamati atau melihat contoh-contoh yang ditampilkan
Contoh-contoh yang ditampilkan oleh guru dalam bentuk gambar suatu peristiwa yang berkenaan dengan materi pelajaran, akan dapat membantu siswa memahami apa yang sebenarnya dimaksudkan dari penjelasan materi pelajaran. Winarno Surachmad (2008:73) mengatakan: “Contoh-contoh yang digunakan oleh guru berfungsi untuk memperjelas pembahasan materi pelajaran”. Oleh sebab itu, penting bagi siswa untuk mengamati atau melihat contoh-contoh tersebut dengan seksama.
b.      Aktivitas lisan (berbicara)
Aktivitas lisan adalah aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan seperti bercerita, tanya jawab atau diskusi. Nana Hanafiah dan Cucu Suhana (2009:24) membagi aktivitas lisan menjadi delapan kelompok, yaitu, “Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi dan interupsi”. Kemudian Moh. Uzer Usman (2007:22) mengemukakan bahwa, “Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab dan diskusi”.
Umumnya aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran normatif seperti mata pelajaran Sejarah adalah memberi saran, mengemukakan pendapat dan tanya jawab. Dengan demikian, dalam proses pembelajaran Sejarah, aktivitas lisan yang dapat dilakukan oleh siswa adalah mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, memberi saran dan mengemukakan pendapat pada saat tanya jawab dan diskusi.
1)      Mengajukan pertanyaan
Bertanya merupakan suatu hal yang lazim bahkan harus ada dalam proses pembelajaran, karena dengan bertanya maka terjadi proses interaksi antara guru dengan siswa. Winarno Surachmad (2008:32) mengatakan: “Siswa bertanya untuk dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan dan sebagai ungkapan rasa ingin tahu”. Dengan demikian, aktivitas bertanya yang dilakukan oleh siswa menunjukkan bahwa siswa tersebut memperhatikan materi pelajaran yang dijelaskan oleh guru, sehingga ia menemukan beberapa hal yang kurang dipahaminya untuk kemudian ditanyakan, agar memperoleh penjelasan. Hal ini ditunjukkan dengan siswa mengajukan pertanyaan kepada guru.
2)      Menjawab pertanyaan
Proses pembelajaran yang baik harus memperhatikan adanya interaksi belajar antara guru dengan siswa. Selain keaktifan siswa mengajukan pertanyaan, guru pun perlu untuk memberikan pertanyaan untuk dijawab oleh siswa. Tentunya, setiap siswa yang menjawab diharapkan dapat memberikan jawaban yang benar. Muhibbin Syah (2010:121) mengatakan: “Apabila siswa mampu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru dengan benar, rasa percaya dirinya akan meningkat, sehingga ia akan termotivasi untuk belajar”. Untuk itu, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, merupakan salah satu aktivitas yang penting untuk dilakukan oleh siswa. Siswa harus mampu menjawab dengan benar pertanyaan yang diajukan oleh guru.
3)      Memberi saran
Saran dapat bermanfaat untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dengan demikian, guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikannya sarannya berkenaan dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan. Winarno Surachmad (2008:51) mengatakan: “Salah satu bentuk partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran yang dianggap penting adalah memberikan saran atau pendapatnya mengenai proses pembelajaran yang dilaksanakan”. Adanya saran yang dikemukakan oleh siswa, akan memberikan masukan berharga bagi guru untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang mungkin ada dalam proses pembelajaran. Siswa perlu untuk memberanikan diri untuk menyampaikan saran berkenaan dengan materi pelajaran.
4)      Mengemukakan pendapat saat tanya jawab dan diskusi
Tanya jawab dan diskusi merupakan metode pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran sebagai variasi dari metode ceramah. Sudirman. N (2001:233) mengatakan: “Dalam proses tanya jawab dan diskusi, pendapat yang dikemukakan oleh siswa merupakan hal yang penting, selain menggambarkan keaktifan siswa, pendapat yang dikemukakan menunjukkan adanya perhatian serius dari siswa terhadap materi yang dibahas”. Dengan demikian, dalam proses tanya jawab dan diskusi, sangat diharapkan adanya partisipasi aktif siswa dalam memberikan pendapatnya mengenai materi yang dibahas. Siswa perlu untuk aktif mengemukakan pendapat berkenaan dengan pertanyaan yang diajukan siswa lain atau mengemukakan pendapat berkenaan dengan materi yang sedang didiskusikan.
c.       Aktivitas mendengarkan
Aktivitas mendengarkan adalah aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan mendengarkan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Moh. Uzer Usman (2007:22) yaitu, “Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru dan mendengarkan pengarahan dari guru”. Selanjutnya, Nana Hanafiah dan Cucu Suhana (2009:24) mengemukakan bahwa, “Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan atau mendengarkan radio”.
Semua jenis aktivitas mendengarkan dapat saja dilakukan dalam proses pembelajaran Sejarah, karena aktivitas mendengarkan relatif fleksibel dan dapat diaplikasikan ke dalam setiap jenis mata pelajaran. Dengan demikian, aktivitas mendengarkan yang dapat dilakukan oleh siswa adalah mendengarkan penjelasan dan arahan guru serta mendengarkan saat kegiatan diskusi dan tanya jawab.
1)      Mendengarkan penjelasan guru
Penjelasan yang diberikan oleh guru tentu sangat penting untuk didengarkan, karena terdapat informasi-informasi mengenai materi pelajaran yang harus diketahui oleh siswa. Moh. Uzer Usman (2007:89) mengatakan: “Penjelasan diberikan oleh guru dengan tujuan untuk memperjelas materi pelajaran yang dipelajari”. Dengan mendengarkan penjelasan materi pelajaran, maka semua informasi materi pelajaran dapat diketahui dan dipahami oleh siswa. Agar dapat memahami materi yang disampaikan, siswa perlu mendengarkan dengan sungguh-sungguh penjelasan yang diberikan oleh guru.
2)      Mendengarkan arahan guru
Arahan yang diberikan oleh guru lebih luas cakupannya dari sekedar menjelaskan materi pelajaran. Arahan diberikan dapat berupa informasi bagaimana cara mempelajari materi pelajaran, bagaimana cara mengerjakan tugas sampai pada penanaman nilai dan sikap yang perlu ditanamkan pada siswa. Kartini Kartono (2005:137) mengatakan: “Arahan yang diberikan oleh guru merupakan petunjuk teknis bagi siswa dalam upaya menanamkan sikap dan perilaku belajar yang baik”. Adanya petunjuk-petunjuk dan penanaman nilai yang dilakukan oleh guru menyebabkan arahan yang diberikan perlu untuk didengarkan oleh siswa, sehingga soswa perlu untuk mendengarkan dengan seksama arahan yang disampaikan oleh guru, terutama berkenaan dengan tugas yang diberikan.
3)      Mendengarkan saat kegiatan diskusi dan tanya jawab
Diskusi dan tanya jawab merupakan upaya untuk mengembangkan interaksi belajar. Pembahasan yang ada dalam diskusi dan tanya jawab berisikan materi-materi pelajaran yang dipelajari. Sudirman. N (2001:235) mengatakan: “Dalam proses interaksi belajar dibutuhkan adanya perhatian dari siswa maupun guru terhadap apa yang dibahas”. Artinya, penting bagi siswa untuk mendengarkan apa yang dibahas, agar dapat berpartisipasi aktif dalam proses diskusi dan tanya jawab. Siswa perlu untuk mendengarkan dengan sungguh-sungguh materi yang dibahas pada saat diskusi atau mendengarkan dengan seksama pertanyaan yang diajukan oleh guru.
d.      Aktivitas menulis
Aktivitas menulis merupakan salah satu aktivitas yang pasti dilakukan oleh siswa dalam setiap mata pelajaran apapun, karena mustahil guru hanya menerangkan materi tanpa adanya kegiatan menulis dari siswa. Moh. Uzer Usman (2007:22) mengemukakan bahwa, “Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat makalah atau membuat surat”. Sedangkan Nana Hanafiah dan Cucu Suhana (2009:24) mengemukakan bahwa, “Kegiatan-kegiatan menulis, yaitu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat rangkuman dan mengerjakan tes”. Aktivitas menulis dalam proses pembelajaran Sejarah, dapat dilihat dari aktivitas menulis mencatat, mengerjakan tugas dan membuat rangkuman.
1)      Mencatat
Sekian banyak penjelasan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, akan sangat sulit untuk diingat. Siswa perlu menuliskannya dalam catatan untuk membantu mengingat materi yang dijelaskan, terutama untuk materi-materi yang penting. Kartono Kartini (2005:55) mengatakan: “Mencatat merupakan merupakan kegiatan menulis hal-hal penting yang didengar atau dilihat dengan tujuan untuk mempermudah dalam mengingatnya kembali”. Inisiatif siswa untuk mencatat penjelasan materi pelajaran perlu untuk dilakukan, karena catatan tersebut dapat membantu siswa untuk mengulang pelajaran yang telah dijelaskan dan membantu proses belajar yang dilakukan sebagai persiapan menghadapi ulangan atau ujian. Oleh sebab itu, penting bagi siswa untuk mencatat hal-hal penting berkenaan dengan penjelasan materi pelajaran.
2)      Mengerjakan tugas
Setiap akhir proses pembelajaran, guru biasanya akan memberikan tugas kepada siswa baik secara individual maupun kelompok. Sudirman. N (2001:215) mengatakan: “Tugas yang diberikan oleh guru berfungsi untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang diberikan dan melatih siswa untuk terbiasa belajar secara mandiri”. Begitu pentingnya tugas yang diberikan oleh guru, mengharuskan siswa untuk dapat mengerjakannya dengan baik dan benar untuk kemudian dikumpulkan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan. Penting bagi siswa untuk bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

3)      Membuat rangkuman
Rangkuman materi pelajaran berisikan hal-hal penting berkenaan dengan materi pelajaran yang ada di dalam buku yang telah dijelaskan oleh guru pada saat proses pembelajaran. Menurut Kartini Kartono (2005:153) rangkuman adalah: “Tulisan singkat mengenai suatu pembahasan dengan tidak mengabaikan hal-hal penting yang diinformasikan dalam suatu pembahasan”. Rangkuman ini sangat membantu siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara efektif, sehingga perlu untuk dibuat oleh siswa. Inisiatif siswa untuk membuat rangkuman materi pelajaran yang telah dijelaskan perlu dimiliki oleh siswa.

C.     Kaitan antara Model Pembelajaran Langsung (Directive Learning) dengan Aktivitas Belajar Siswa

Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural  dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Pada model pembelajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan penjelasan tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru.
Proses pembelajaran langsung diawali dengan kegiatan guru menyampaikan kompetensi, tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa. Tentunya, hal ini membutuhkan adanya keseriusan siswa dalam mendengarkan dan memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru. Selanjutnya, pada saat guru mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, siswa diharapkan dapat mendengarkan dan melihat dengan seksama. Pada saat guru membimbing, siswa harus mendengarkan dan menuliskan hal-hal penting yang dijelaskan. Ketika guru melakukan pengecekan terhadap pemahaman siswa, maka hendaknya siswa aktif untuk mendengarkan dan berbicara. Kemudian pada saat guru memberikan kesempatan untuk pelatihan, maka siswa harus aktif melakukan aktivitas menulis, dalam bentuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan.
Pembelajaran langsung, menurut Kardi dan Nur (2000:3) dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek, dan kerja kelompok. Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Penyusunan waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran harus seefisien mungkin sehingga guru dapat merancang dengan tepat waktu yang digunakan. Selain itu, E. Glazer (2001:13) mengemukakan bahwa: “Learning process with the direct instruction model can give on learn activites for students, because students was the knowledge with steps of activity”. Artinya, proses pembelajaran dengan model pembelajaran langsung ini diharapkan muncul perbuatan belajar dari siswa, karena siswa mendapatkan pengetahuan dengan cara melakukan sesuatu.
Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, maka tergambar bagaimana keterakaitan model pembelajaran langsung (Directive Learning) terhadap aktivitas belajar siswa. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran langsung (Directive Learning) yang lebih mengedepankan kegiatan pembelajaran berupa ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek, dan kerja kelompok secara langsung menuntut adanya aktivitas siswa dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Hal inilah yang menjadikan pelaksanaan model pembelajaran langsung memiliki keterkaitan atau hubungan dengan aktivitas belajar siswa.

D.    Pembelajaran Sejarah di Tingkat SMA
1.      Pengertian Pembelajaran Sejarah
Sejarah, dalam bahasa Indonesia dapat berarti riwayat kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal usul keturunan (terutama untuk raja-raja yang memerintah). Kata Sejarah berasal dari kata “Syajaratun” atau “Syajarah” dalam bahasa Arab, yang artinya pohon atau silsilah. Isjoni (2007:37) mengatakan: “Umumnya sejarah atau ilmu sejarah diartikan sebagai informasi mengenai kejadian yang sudah lampau”. Sebagai cabang ilmu pengetahuan, pembelajaran sejarah menurut Sudirman. N (2001:20) berarti: “Mempelajari dan menerjemahkan informasi berkenaan dengan peristiwa masa lampau dan dimaknai untuk melangkah ke masa depan”. Pengetahuan akan sejarah melingkupi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sejarah merupakan salah satu pembelajaran yang masuk dalam kurikulum sistem pendidikan nasional yang bertujuan untuk mempelajari setiap informasi yang berkenaan dengan peristiwa masa lampau, sebagai pedoman untuk kehidupan di masa depan.
2.      Tujuan Pembelajaran Sejarah
Pencapaian hasil belajar untuk pembelajaran sejarah akan sangat berkaitan dengan tujuan pembelajaran sejarah itu sendiri, sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Azis Wahab (2007:25) yaitu :
a.       Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.
b.      Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan.
c.       Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau.
d.      Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang.
e.       Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.

Hasil belajar siswa untuk pembelajaran sejarah akan terlihat dari kemampuan siswa dalam menguasai setiap tujuan yang ada pada mata pelajaran sejarah itu sendiri. Selain itu, secara umum keberhasilan pembelajaran sejarah akan ditunjukkan dari kesadaran siswa tentang pentingnya sejarah masa lalu sebagai bekal untuk menata kehidupan di masa yang akan datang, termasuk di dalamnya adalah menghargai jasa para pahlawan, mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif, seperti belajar dengan rajin agar dapat menjadi generasi penerus yang mampu membawa bangsa ke arah yang lebih maju.
3.      Fungsi Pembelajaran Sejarah
Mata pelajaran Sejarah merupakan bagian integral dari mata pelajaran IPS. Mata pelajaran Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Fungsi pembelajaran sejarah, menurut Isjoni (2007:38) adalah :
a.       Mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik;
b.      Memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan.
c.       Menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa.
d.      Sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
e.       Berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

Terkait dengan pendidikan di sekolah, pengetahuan masa lampau yang ada pada materi pembelajaran sejarah tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian siswa.


4.      Karakteristik Pembelajaran Sejarah
Sejarah dikategorikan sebagai ilmu sosial, karena mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan di masa lalu. Dalam hal ini, ilmu sejarah mempelajari peristiwa-peristiwa penting di masa lalu yang dilakukan oleh manusia dan sedikit banyak mempengaruhi proses kehidupan manusia di masa sekarang dan akan datang. Ada 2 (dua) karakteristik ilmu sejarah, sebagaimana dikemukakan oleh Iif Khiru Ahmadi dan Sofan Amri (2011:67) yaitu :
b.      Unik, artinya peristiwa sejarah hanya terjadi sekali dan tidak mungkin akan terulang peristiwa yang sama untuk kedua kalinya.
c.       Penting, artinya peristiwa sejarah, teruatam yang tertulis adalah yang dianggap penting dan mempengaruh perubahan dan perkembangan sepanjang masa.

Kedua karaktsristik ilmu sejarah inilah yang menjadikan sejarah ini penting untuk dipelajari, sehingga menjadi pembelajaran yang termasuk bagian dari kurikulum untuk tingkat SMA/MA. Dengan adanya pembelajaran sejarah, siswa akan dapat mengetahui peristiwa masa lalu yang tidak dapat ditemukannya di masa sekarang dan dengan pembelajaran sejarah, siswa dapat melakukan refleksi dan mengambil pengalaman yang ada untuk dijadikan pedoman menjalani kehidupan di masa sekarang.




DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Iif Khoiru dan Amri, Sofan (2011). Mengembangkan Pembelajaran IPS Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Ali, Moh (1998), Penelitian Kependidikan: Prosedur dan Strategi, Bandung: Angkasa.

Anwar, Desi (2003). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Amelis.

Arends (1997). Classroom Instructional Management. New York: Mc Graw Hill Company.

Arikunto, Suharsimi (1996). Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif. Jakarta: Rajawali.

------------------------- (2004). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta.

Aunurrahman (2008). Belajar dan Pembelajaran, Memadukan Teori-teori Klasik dan Pandangan-pandangan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.

Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Dzaki, Faiq (2009). Model-model Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Faisal, Sanafiah (1992). Teknik Menyusun Angket. Surabaya: Usaha Nasional.

Glazer, E (2001). Problem Based Instruction. New York : Mc-Graw Hill Company, Inc.

Good and Grows (1995). Observation Skills for Effective Teaching. New York: MacMillan Publishing Company.

Habeyb (2004). Kamus Popular. Surabaya: Arkola.

Hanafiah, Nana dan Suhana, Cucu (2009). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Rafika Aditama.

57
 
Isjoni (2007). Pembelajaran Sejarah pada Satuan Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Joni, Raka, T (1996). Materi Pokok Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Depdikbud.

Joyce, T, E (1992). Strategies fo Teachers Teaching Content and Thinking Skills. Boston: Allyn and Bacon.

Kardi, S. dan Nur M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya: UNS University Press.

Kartono, Kartini (2005). Bimbingan Belajar di Sekolah. Jakarta: Sri Gunting.

Mardalis (2004). Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Nawawi, H (2003), Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nazir, M (1999). Metode Penelitian dan Statistik Dasar. Jakarta: Gunung Agung.

Riyanto, Yatim (2010). Paradigma Baru Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara.

Rosenshire and Stevans (1996). Learning to Teach. New York: Mc Graw Hill Companies, Inc.

Rosyada, Dede (2004). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: UIN Press.

Shafaat, Idri (2009). Optimized Learning Strategy. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Sudijono, Anas (2009). Statistik untuk Penelitian. Jakarta: Rajawali Press.

Sudirman. N (2001). Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sudjana, Nana (2001), Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, Bandung: Jurusan Statistik FMIPA.

Sugiyono (1997). Statistik Non Parametris. Bandung: Alfabeta.

Surachmad, Winarno (2000), Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar: Metode dan Teknik, Bandung: Tarsito.

-------------------------- (2008). Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito.
Syah, Muhibbin (2010). Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Press.

Tim Penyusun (2010). Pedoman Akademik dan Kemahasiswaan: Penulisan Skripsi dan Makalah. Pontianak: STKIP PGRI Pontianak.

Trianto (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Usman, Uzer, M (2007). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wahab, Abdul Azis (2007). Metode dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung: Alfabeta.

Tidak ada komentar: